Sesuai peraturan yang berlaku, website ini hanya bisa diakses oleh pengunjung yang berumur 18 tahun keatas.

welcome age restriction

Situs ini memilki informasi mengenai produk yang mengandung tembakau dan hanya diperuntukkan bagi perokok berusia 18 tahun ke atas yang tinggal di Indonesia.

Mohon isi bulan dan tahun lahir anda.

0%
banner

Karya seni untuk kebutuhan manusia

Baginya, seni itu penting. Prabawaty Atmania, lebih sering dipanggil Iwi, adalah seorang arsitek di sebuah firma arsitektur di ibu kota. Arsitektur memang himpunan yang harmonis antara seni dan fungsi, antara kearifan visual dan ilmu penataan ruang dan materi.

Music and arts adalah kedua hal yang sering mendampinginya, kata Iwi. “Dua hal itu yang menginspirasi dan lift up my mood.” Namun kepuasan dari dunia seni gak diambil dari situ saja. Iwi juga senang menyibukan dirinya dengan mengelola gak cuma satu usaha sampingan, melainkan dua: Fuku Diary dan jasa freelance social media management.

Fuku Diary

Produk Fuku Diary terinspirasi dari fashion basic. Sederhananya, baju yang basic berupa sangat sederhana, dengan warna tunggal yang gak mencolok. Warna putih, hitam, dan nada warna di antaranya lebih sering dipakai pada baju basic. Untuk spektrum warna lain terdapat juga warna-warna yang calm seperti hijau daun, navy blue, maroon, dan coklat moka.

“Berawal dari sebuah ide dari kebutuhan atau habit sehari-hari,” kata Iwi mengenai sumber inspirasi Fuku Diary, “Sebagai arsitek saya dan teman saya memiliki kebiasaan di mana selalu buru-buru di pagi hari, di mana kita sudah tidak sempat memikirkan style atau outfit apa yang akan kita pakai karena sibuk dengan task dari bidang kuliah.”

“Dari situ kita mempunyai habit hanya menggunakan baju basic, dengan warna basic. Kita jarang sekali memilih baju berwarna warni,” Iwi berkata. Dia juga memperhatikan bahwa di bidang arsitek, banyak juga yang suka memakai T-shirt yang hanya berwarna hitam atau putih, basically basic fashion.

Meskipun gak bercorak warna-warni seperti canvas Jackson Pollock, kesederhanaan dari baju bergaya basic sangat dihargai oleh banyak orang, dan tentunya juga para seniman. “Basic daily wear dengan warna basic mempermudah hidup,” kata Iwi. “You can use it for everyday activities. Bisa digunakan untuk ke kuliah, kerja, meeting casual, bahkan berolahraga.”

T-shirt, polo, dan juga long-sleeve shirt yang ditawarkan oleh Iwi dan rekan-rekannya semua memiliki satu fitur yang khas. Bukan logo Fuku Diary, alih-alih kartun kepala shiba.

Seni yang berfungsi

Ide bisnis bisa datang dari mana aja, dan memulainya juga sebenarnya gak sulit. Namun bisnis juga perlu dorongan yang konstan, terutama jika usaha tersebut pada awalnya belum berbalik modal. Untungnya, visi yang kuat bisa menaklukan rasa keraguan.

“Sulitnya di awal itu kita betul-betul tidak ada basic jualan baju dan kenalan untuk jalanin bisnis baju. Dari kain, supplier packaging dan embroidery kita bener-bener mulai semua dari nol,” kata Iwi. Ditambah lagi, produk-produk Fuku Diary pada awalnya belum dianggap sempurna, dan tim Iwi tak jarang mendapatkan kritikan dari beberapa pembeli. “Tapi semuanya itu kita jadiin pelajaran buat ke depan.”

Hal yang bagi Iwi jadikan sebagai drive untuk tetap dalam bisnis ini adalah rasa kepuasan dari melihat dampak positif hasil karyanya. “Beruntung saya juga masih bisa berkarya di bidang arsitektur yang membuat suatu karya atau bangunan yang bermanfaat bagi penghuninya.” Hal ini pun juga ia rasakan ketika karya desainnya memberi manfaat, baik untuk usaha baju bergaya basic maupun untuk klien freelance social media management.

Waktu “me time” juga penting

Kesibukan seorang Iwi tampak tak henti. Pulang kerja jam 6 sore, Iwi beristirahat sejenak. Tapi di hari-hari yang amat sibuk, ia masih tetap melanjutkan pekerjaannya hingga larut malam. “Di sela-sela (waktu siang) itu kadang saya ada ngurusin bisnis saya yang lain juga antara baju atau social media management misalnya, bisa untuk ngurusin kirim barang atau pun jawabin client social media,” Iwi menjelaskan strateginya untuk mengatur waktu.

Ada pun juga hari-hari di mana Iwi pernah gak sadar bahwa banyak waktu telah terpakai untuk bekerja. “Saya ngerasa sampai jarang ketemu temen, keluarga, orang-orang terdekat. Sampai gatau apa cerita mereka yang update kabar mereka gimana dan sampai ngerasa terlalu burn out juga,” katanya. Iwi bercerita bahwa dia lalu sadarkan diri bahwa waktu istirahat itu penting, bukan hanya untuk kesehatan fisik.

“Karena menurut saya mental health lebih penting. Kalau mentalnya ga baik jalanin usaha juga ga akan baik ke depannya jadi percuma,” ujarnya.

“Waktu ga akan balik lagi”

Iwi memprioritaskan “me time” dengan travelling, atau bahkan sesederhana makan sambil menonton drakor atau menemani hewan peliharaannya. “Selain urusan usaha terkadang kita tetap perlu nikmatin hidup sih jangan terlalu kerja terus juga karena waktu ga akan balik lagi.” Dia rasa setiap kerja keras perlu diimbangi dengan “appreciation buat diri sendiri.”

Casualogue

#SantaiTapiBerisi

close popup
join the club
Isi data dibawah ini untuk panduan terkini hidup Santai Tapi Berisi!